Extra Bar

Selasa, 26 November 2013

Analisis Undang - Undang Pertama dan Kedua pasal 49 tentang Peradilan Agama


Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tanggal 29 Desember 1989 
tentang PERADILAN AGAMA 
 Pasal 49

(1) Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: 
a. perkawinan; b. kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; c. wakaf dan shadaqah. 
(2) Bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a ialah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku. 
(3) Bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf b ialah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR  3  TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA
Pasal 49

Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
a. perkawinan;
b. waris;
c. wasiat;
d. hibah;
e. wakaf;
f. zakat;
g. infaq;
h. shadaqah; dan
i. ekonomi syari'ah.

ANALISIS KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN SESUDAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006 SEBAGAI PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

(1)   Undang - Undang Pertama

            Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa bidang-bidang yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama sebelum berlakunya UU No. 3 Tahun 2006 sebagaimana diatur dalam Pasal 49 UU No. 7 Tahun 1989 yang diperjelas dalam Penjelasan Umum angka 2 alenia ketiga UU No. 7 Tahun 1989 meliputi bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam serta waqaf dan shadaqah.

(2)   Undang - Undang Kedua

Bidang-bidang yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama setelah berlakunya UU No. 3 Tahun 2006 sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum alenia pertama, Pasal 2, Pasal 3A, Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 52 UU No. 3 Tahun 2006 adalah perkara tertentu, yaitu perkara Islam yang meliputi bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, ekonomi syri’ah, sengketa hak milik yang timbul akibat adanya sengketa terhadap bidang yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama, Isbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hiriyah, serta pemberian keterangan atau nasihat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu sholat. Berkaitan dengan bidang-bidang yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama perlu diperhatikan keberadaan Mahkamah Syari’ah di Nangroe Aceh Darussalam yang merupakan Pengadilan Khusus dalam lingkungan Peradilan Agama. sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan Peradilan Agama. Hal ini berakibat hukum bahwa Mahkamah Syari’ah di Nangroe Aceh Darussalam berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan  bidang-bidang yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama.

Setelah berlakunya UU No. 3 Tahun 2006 bidang-bidang yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama mengalami perluasan dan penambahan. Perluasan terhadap bidang-bidang yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama terdapat dalam bidang perkawinan dan bidang waris. Dalam bidang perkawinan, Pengadilan Agama berwenang untuk menangani permohonan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam, sedangkan perubahan dalam bidang waris adalah dengan dihapuskannya hak opsi bagi para pihak yang berperkara, dan juga kewenangan Pengadilan Agama untuk menangani permohonan penetapan ahli waris. Penambahan terhadap bidang-bidang yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama adalah dengan dimasukkannya bidang zakat, infaq, ekonomi syari’ah, sengketa hak milik yang timbul akibat adanya sengketa terhadap bidang yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama, Isbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hiriyah, serta pemberian keterangan atau nasihat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu sholat sebagai bidang-bidang yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama

*Tugas Hukum Adat Lanjut Kelas J Fakultas Hukum Undip*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar